Selasa, 20 April 2010

Cerpen : a memory in Tokyo

Aku menengadahkan kepala saat melihat salju pertama yang turun di Tokyo, Ibu kota Negara Jepang itu. Benar-benar salju yang cantik. Ini pertama kalinya aku melihat salju. Samar-samar aku mendengar musik-musik yang mengalun di toko-toko di seberang sana. Aku menginjakkan kakiku ke dalam toko tempat aku bekerja Part time.

“Chikara-san, Ini ada sedikit makanan yang masih hangat sisa penjualan tadi. Terima kasih banyak atas bantuannya hari ini.. Meskipun ini hari terakhirmu bekerja, saya akan selalu membutuhkan bantuanmu” Bu Keyko memberiku sebuah bungkusan yang hangat.

“Ahh, terimakasih banyak Keyko-neesan. Sampai bertemu lagi..” ucapku sambil membungkuk hormat dan melambaikan tangan padanya. Selesai sudah liburan panjangku dan juga kerja part timeku. Hari ini cuaca sungguh dingin sehingga aku harus merapatkan syalku lebih rapat ke leherku. Aku berjalan menuju central park atau taman terdekat.

Taman tersebut dipenuhi anak-anak yang sedang bermain melihat salju pertama ditemani orangtua dan beberapa anjing peliharaan ikut beserta main dengan mereka meskipun hari ini sudah malam. Ahh, seharusnya aku harus segera ke stasiun kereta menaiki shinkansen yang menuju Yokohama, tempat dimana aku akan sekolah kembali lusa depan di sekolah yang menyenangkan dengan teman-teman baruku yang berasal asli dari Negara Sakura ini.

Setelah berpikir lama, entah kenapa aku akhirnya duduk di bangku taman dan membuka bungkusan pemberian Keyko-neesan. Aah! Mount blanc dan croissant kesukaanku. Aku tersenyum sesaat sampai aku melihat ke bawahku bahwa disana ada anak anjing keci putih yang kumal yang sedang menengadahkan kepalanya ke arahku dengan lidah menjulur.

“Hoi, kamu lapar juga ya? Makanya kamu kesini?” Tanyaku meski aku tahu dia takkan mengerti. Ekornya mengibas-ngibas senang dan aku hanya bisa manyun.

“Ooh, Oke-oke.. kamu pasti mau kan? Nih aku bagi dua, untung croissantnya ada 3, nih makan ya!” aku melemparkan sepotong croissant padanya dan melahap croissantku dengan cepat karena takut diminta si gukguk kecil itu lagi.

“Guk! Guk!” Ia mengonggong senang 2 kali. Mengibaskan ekor kepadaku dan membawa croissant pemberianku dengan senang ke tempat persembunyiannya.

“Huum.. Anjing liar toh..” aku manggut-manggut sendiri dan kembali memakan croissant yang lainnya dan menyisakan mount blanc untuk esok hari.

Sekarang taman mulai sepi. Hanya tinggal beberapa orang yang masih di taman sepertiku. Aku melihat ke atas dan tersenyum ketika keeping-keping Kristal salju menyentuh wajahku.
Lalu, aku membuka catatan kecil yang selalu ada sejak aku masih di bangku SMP. Catatan itu penuh dengan berbagai catatan penting yang selalu aku ingat.

Ketika asyik membolak-balik catatan tersebut, ada halaman yang membuatku tertegun. Catatan dari seorang temanku di kelas 8, yang dulu pernah menjadi sahabat terbaik untukku.

Catatan itu berbunyi seperti ini,

“Jangan lupa, di depan masih ada perjuangan yang haru kita lewati demi mencapai cita-cita. If you stay stupid, it`ll make your life harder.. So just try and try..”

“Hei Rei-san, andai kamu tahu, aku sudah berhasil berkat kata-katamu itu. Aku mecoba memutar kembali semua memori yang ada pada waktu itu. Kakrakterku sukses berhasil dirubah olehnya. Aku sendiri sangat bersyukur karena bisa menjadi seperti ini. Aku bahkan selalu diajari hal-hal yang berguna darinya. Itu membuatku lebih mengenal hal-hal yang menyenangkan.

Suatu hari, seseorang yang juga sahabatku meminta aku menjauh darinya. Kenapa? Aku juga tidak tahu. Namun, sejak saat itu kehidupan yang penuh kebohongan bagiku dimulai. Aku tahu aku adalah orang lemah yang mudah luluh atas perkataan orang lain dan itu sangat sukses membuat aku tidak mengenal Rei lagi.

Tak ada seorangpun yang mengetahui kebenaran yang tersembunyi di balik hal ini semua. Dan aku sudah tidak tahan lagi atas perlakuan anak-anak yang selalu menyentekku apabila apapun yang mereka tidak sukai aku lakukan, maka aku pun melakukan hal yang terbodoh yang pernah aku lakukan. Pindah kelas untuk jauhi Rei...

Itu sesuai dengan yang mereka inginkan bukan? Aku sungguh-sungguh bodoh saat itu...

Aku pun pindah kelas... hari itu.. aku berdiri di depan kelas lamaku. Dan mataku tertuju pada Rei untuk terakhir kalinya di kelas itu. Ia sama sekali tak melihatku dan mencorat-coret sesuatu di kertasnya. Apa yang kau pikirkan teman? Aku harap kau bisa membantu masalahku ini.. Namun, aku terlalu banyak merepotkan kamu teman, suatu saat akan ada waktunya dimana aku yang akan menolongmu... Namun, aku rasa waktu itu tidak akan pernah datang.

Di kelas baru, kehidupan seperti neraka dimulai... kehadiran teman sebangkuku tidak ada selama seminggu, dan aku tisak bisa berbicara dengan siapapun di sekolah! Aku anak yang terlalu malu untuk meyapa lebih dahulu. Aku sendirian! Aku bosan dengan kehidupanku ini. Aku menatap ruang kelas lamaku dan ada yang terasa sakit di hati...

Aku hampir mogok sekolah! Aku tidak mengenal teman-teman baruku. Mereka menatapku dengan pandangan yang membuatku sakit. Aku tak bisa berbagi! Aku sakit dan tidak sekolah. Sampai akhirnya, ada seseorang di kelas itu yang dengan tulus memuji selembar kertas dengan gambar yang kuno dan jelek milikku itu. Dia Seishin. Akhirnya, terimakasih teman.

Namun Rei tetap seorang sahabat yang hebat bagiku... Tapi, tidak akan ada yang tahu keadaan yang sebenarnya dariku. Karena aku hanya sendirian disini.”

Lamunanku terhenti saat mendengar dengkingan anak anjing yang ku kenal tadi. Sepertinya ia sangat kesakitan. Aku berusaha mencari sumbernya. Dan kutemukanlah, segerombolan anjing liar yang besar sedang menyerangnya berusaha mengambil croissant pemberianku.

Aku sendiri bingung tak tahu harus berbuat apa. Aku juga takut dan tidak pernah mengahadapi anjing liar yang ganas sebanyak itu. Saat, kondisi sudah semakin parah dan tubuh anak anjing itu berlumuran darah, aku nekat juga mengambil sebatang kayu dan berlari ke arah anjing-anjing liar itu.

Dan, aku melihat seekor anjing kecil berbulu coklat-putih tiba-tiba melompat dan menyerang segerombolan anjing liar itu. Mencoba menyelamatkan temannya sepertinya. Aku dengan cepat, menggendong kedua anak anjing yang mulai kewalahan itu dan berlari sekencang-kencangnya, memungut batu, memanjat pohon, dan bersembunyi sampai aman.

Aku membawa kedua anak anjing tadi ke apartemenku setelah aksi kejar-kejaran yang tidak karuan itu. Ahh... Sungguh, hari melihat salju pertamaku di Tokyo rusak sudah dengan insiden yang berbau aksi kejar-kejaran seperti ini.

Kedua anak anjing itu sadar dan seolah-olah tersenyum melihatku. Aku memberikan mereka sepiring susu dan sisa roti dan daging ayam bekas makanku kemarin.

“Ini, untuk kerja kerasmu sampai kalian habis-habisan saling melindungi satu sama lain.” Aku tersenyum. Dan esoknya, aku melepaskan mereka di dekat pekarangan apartemenku dan melambai pada mereka yang mengonggong dan mengibaskan ekornya padaku seolah berkata “terimakasih”. Aku tersenyum dan membawa tasku menuju Yokohama.

2 tahun kemudian...

Aku tidak pernah menduga bahwa aku akan kembali ke Tokyo lagi setelah aku lulus dari SMA ku. Hari yang sama pada waktu itu. Kedatanganku tepat saat Tokyo kembali dipenuhi salju untuk hari pertamanya. Aku tersenyum saat keluar bandara dan menengadahkan kepala, kembali menikmati keping-keping kristal salju yang dingin di mukaku.

Aku kembali ke central park dan duduk di bangku taman.

“Guk! Guk!” ada suara gonggongan yang aku kenal. Aku berbalik dan mendapatkan dua anjing yang pernah kutolong berlari ke arahku dengan senang. Aku merasa terharu dan senang. Sampai aku melihat ada kalung leher di leher kadua anjing itu.

“Kyou, Hiro..! tunggu aku sebentar..” Aku bertanya-tanya. Siapakah yang memiliki kedua anak anjing ini sekarang? Apakah orang yang baik? Dia sudah sangat baik untuk memungut anjing-anjing ini.

Dan saat aku berbalik, aku sudah tidak sanggup berkata-kata. Ada sesuatau yang hangat di pipiku.
“Chikara??” dia bertanya... Aku terdiam... Karena, aku tahu... Dia adalah Rei-san... Akhirnya, terimakasih ya Allah... Kau mengizinkan rei mengetahui keadaan yang sebenarnya tentang masa lalu yang suram itu... Terimakasih ya Allah...

Tamat